Rabu, 18 November 2015

HUKUM JAMINAN

PENJAMINAN TANAH SECARA BAWAH TANGAN
Pada hari Sabtu, 14 November 2015 jam 15.00 kami dari kelompok 1 mengadakan wawancara di rumah Bapak Sukirman. Bapak Sukirman merupakan salah satu orang yang menjaminkan tanahnya kepada Bapak Wakidi dengan perjanjian dibawah tangan. Latar belakang bapak sukirman ingin meminjam uang kepada bapak wakidi karena bapak sukirman harus membayar biaya perawatan anaknya di Rumah Sakit Budi Rahayu. Perjanjian itu dilakkukan di rumah bapak wakidi.
Bapak sukirman bertempat tinggal di Dusun Sukosewu Kecamatan Gandusari RT 02 RW 01 Kabupaten Blitar, bapak sukirman bekerja sebagai petani, dalam hal ini bapak sukirman sebagai debitur. Sedangkan bapak wakidi bertempat tinggal di dusun Blumbung Kecamatan Gandusari RT 03 RW 01 Kabupaten Blitar, bapak wakidi  bekerja sebagai peternak ayam, disini beliau sebagai debitur.
Didalam perjanjian ada hak dan kewajiban yang didapat oleh kedua belah pihak. Dalam perjanjian hak dari pak Sukirman ( Debitur) adalah mendapatkan uang pinjaman sebesar yang telah disepakati antara kedua belah pihak yaitu sebesar  Rp. 35.000.000-, ( tiga puluh lima juta rupiah ) dan mempunyai kewajiban untuk membayarnya kepada Bapak Wakidi ( kreditur) sampai batas akhir yang telah ditentukan yaitu sampai tanggal 28 Desember 2012. Untuk hak bapak Wakidi ( kreditur) sendiri adalah mandapatkan jaminan dari bapak sukirman yaitu  berupa sawah 3 bidang, dalam hal ini kreditur hanya menerima pethok.
Dalam perjanjian juga disebutkan bahwa tanah yang dijaminkan dalam penguasaan  dan pengawasan  pak sukirman ( debitur)  selama tanah itu dijaminkan dan pak Sukirman ( Debitur) wajib melunasi hutang tersebut dengan batas waktu yang telah disepakati yaitu sampai tanggal 28 November 2012, apabila tidak melunasi maka pak Wakidi ( Kreditur) berhak menjual tanah yang dijaminkan tersebut tanpa sepengetahuan pak sukirman ( Debitur).
Untuk pelunasannya sendiri dilakukan dengan cara mencicil atau mengangsur sebesar Rp. 3.100.000,- ( tiga juta seratus ribu rupiah) perbulan. Dalam perjanjian antara bapak sukirman ( Debitur ) dan bapak Wakidi ( kreditur) diketahui oleh bapak RT yang pada saat itu dijadikan saksi saat perjanjian yaitu bernama Bapak Sukoco. Bapak Sukirman ( debitur) sanagtlah awam terhadap hukum karena tingkat pendidikannya yang rendah hanya sampai Sekolah Dasar, sehingga dia tidak tahu dan tidak mengerti tentang bagaimana cara menndaftarkan tananhnya ke BPN, selain itu bapak sukirman mengatakan bahwa mekanisme pendaftaran dirasa sangat sulit dan rumit . dan beliau tidak mengerti dalam perjanjiannya itu merupakan perjanjian autentik atau perjanjian di bawah tangan, intinya beliau hanya ingin mendapat pinjaman tanpa proses yang lama dan rumit. Pada saat itu pejabat atau perangkat desa tidak mengetahui tentang perjanjian yang dibuat oleh bapak sukrman ( debitur ) dan bapak wakidi ( kreditur) tersebut, karena hanya bapak RT lah yang mengetahui karena bapak RT disitu sebagai saksi.
Dalam hal ini telah disebutkan diatas perjanjian yang dibuat antara si debitur dan kreditur. Pak sukirman selaku sebagai debitur awalnya sudah membayar 3 x angsuran, namun setelah itu bapak sukirman ( debitur ) tidak bisa membayar angsurannya dikarenakanuang pinjamannya telah habis untuk biaya berobat anaknya, sedangkan gajinya pun tidak mencukupi untuk membayar angsuran tersebut, dan pak sukirman ( debitur ) tidak mempunyai modal untuk menanam 3 bidang tanah tersebut, sehingga dia tidak bisa mengangsur hutangnya sampai hari yang telah ditentukan. Sehingga disitulah bapak Wakidi melakukan perannya yaitu menjual tanah yang dijaminkan, karena sudah disepakati sebelumnya bahwa jika bapak Sukirman tidak bisa melunasi hutangnya maka Bapak Wakidi ( kreditur) berhak menjual tanah yang dijaminkan tanpa sepengetahuan si bapak Sukirman ( Debitur).
Dalam hal ini jelas bahwa yang dilakukan oleh pak sukirman ( debitur) dan pak wakidi (kreditur) adalah perjajian dibawah tangan , yang secara Normatif dan sosiologis  belum sesuai dengan undang – undang, karena dalam hal ini ada salah satu pihak yang sangat dirugikan. Karena jelas jika tanah itu dijual tanpa sepengetahuan dari si debitur jelas bahwa debitur akan rugi dengan penjualan tanahnya tersebut, menjual sepenuhnya ,dan tidak mengambil pokoknya saja melainkan mengambil semua hasil penjualan tanah tersebut. Kalau dilihat dari segi keadilan sudah jelas bahwa ini belum adil bagi pihak si debitur sendiri, karena setelah kreditur menjual tanahnya dikarenakan debitur tidak bisa melunasi hutangnya maka si debitur tidak akan pernah mendapat sisa dari penjualan tanah tersebut karena dijual tanpa sepengetahuan si debitur itu sendiri. Sebaiknya antara kreditu dan debitur haruslah memahami haknya masing – masing terutama di pihak kreditur jika si debitur melakukan wanprestasi.
Ketika melakukan kesepakatan diantara kedua belah pihak diperlukan suatu jaminan atau kepastian guna kedua belah pihak tidak ada yang merasa dirugikan .Sehendaknya jika para pihak atau masyarakat ingin melakukan perjanjian hutang piutang dengan adanya jaminan sepatutnya melakuakan perjanjian tersebut dengan perjanjian tertulis maupun dengan perjanjian outentik. Jika suatu saat akan adanya wanprestasi atau ke lalaian dari para pihak tidak akan merugikan salah satu pihak. Memang jika dilihat dari kehidupan sehari – hari memang tidak sedikit orang yang meilih perjanjian di bawah tangan karena tidak memerlukan waktu yang lama dan tidak rumit pula untuk mendapatkan pinjaman, namun tidak banyak pula yang memikirkan akibat dari perjanjian di bawah tangan itu sendiri. Apalagi dalam kasus bapak sukirman dan wakidi ini telah diketahui bahwa bapak wakidi setelah menjual tananya sudah tidak diketahui keberadaanya. Pasal 1339: suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dijanjikan tetapi juga segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian di wajibkan oleh kepatutan. Pasal 1458: jual beli di anggap terjadi setelah terjadi kesepakatan mengenai benda dan harga meskipun benda belum diserahkan dan harga belum di bayar. Maka dari itu kita sebagai orang yang mengerti hukum patutlah tahu bahwa budaya yang dilakukan masyarakat saat ini lebih kepada bukan menolong satu sama lain, karena sudah meminjamkan uang, tetapi lebih kepada mengambil keuntungan demi kepentingan pribadi, dan itu jelas tidak adil dan tidak patut kita contoh.
Jika kita bisa melihat perjanjian itu sendiri harus menciptakan ketenangan bagi kedua belah pihak, maka dari itu sebaiknya ketika melakukan perjanjian sangatlah penting memikirkan dampak kedepannya, apakah saling diuntungkan atau malah merugikan salah satu pihak. Dan harus saling mengerti akan hak dan kewajibannya masing- masing sehingga akan timbul keadilan di dalam perjajian tersebut. Budaya yang sekarang menyebar di masayarakat sekarang ini patut kita berikan pengarahan supaya tidak terus menerus terjadi dan agar mereka mengerti dan tidak awam serta tidak dimanfaatkan pula oleh satu pihak, supaya keduanya saling mendapatkan keuntungan.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar