PENJAMINAN
TANAH SECARA BAWAH TANGAN
Pada
hari Sabtu, 14 November 2015 jam 15.00 kami dari kelompok 1 mengadakan
wawancara di rumah Bapak Sukirman. Bapak Sukirman merupakan salah satu orang
yang menjaminkan tanahnya kepada Bapak Wakidi dengan perjanjian dibawah tangan.
Latar belakang bapak sukirman ingin meminjam uang kepada bapak wakidi karena bapak
sukirman harus membayar biaya perawatan anaknya di Rumah Sakit Budi Rahayu.
Perjanjian itu dilakkukan di rumah bapak wakidi.
Bapak
sukirman bertempat tinggal di Dusun Sukosewu Kecamatan Gandusari RT 02 RW 01
Kabupaten Blitar, bapak sukirman bekerja sebagai petani, dalam hal ini bapak
sukirman sebagai debitur. Sedangkan bapak wakidi bertempat tinggal di dusun
Blumbung Kecamatan Gandusari RT 03 RW 01 Kabupaten Blitar, bapak wakidi bekerja sebagai peternak ayam, disini beliau
sebagai debitur.
Didalam
perjanjian ada hak dan kewajiban yang didapat oleh kedua belah pihak. Dalam
perjanjian hak dari pak Sukirman ( Debitur) adalah mendapatkan uang pinjaman
sebesar yang telah disepakati antara kedua belah pihak yaitu sebesar Rp. 35.000.000-, ( tiga puluh lima juta rupiah
) dan mempunyai kewajiban untuk membayarnya kepada Bapak Wakidi ( kreditur)
sampai batas akhir yang telah ditentukan yaitu sampai tanggal 28 Desember 2012.
Untuk hak bapak Wakidi ( kreditur) sendiri adalah mandapatkan jaminan dari
bapak sukirman yaitu berupa sawah 3
bidang, dalam hal ini kreditur hanya menerima pethok.
Dalam
perjanjian juga disebutkan bahwa tanah yang dijaminkan dalam penguasaan dan pengawasan pak sukirman ( debitur) selama tanah itu dijaminkan dan pak Sukirman
( Debitur) wajib melunasi hutang tersebut dengan batas waktu yang telah
disepakati yaitu sampai tanggal 28 November 2012, apabila tidak melunasi maka
pak Wakidi ( Kreditur) berhak menjual tanah yang dijaminkan tersebut tanpa
sepengetahuan pak sukirman ( Debitur).
Untuk
pelunasannya sendiri dilakukan dengan cara mencicil atau mengangsur sebesar Rp.
3.100.000,- ( tiga juta seratus ribu rupiah) perbulan. Dalam perjanjian antara
bapak sukirman ( Debitur ) dan bapak Wakidi ( kreditur) diketahui oleh bapak RT
yang pada saat itu dijadikan saksi saat perjanjian yaitu bernama Bapak Sukoco.
Bapak Sukirman ( debitur) sanagtlah awam terhadap hukum karena tingkat
pendidikannya yang rendah hanya sampai Sekolah Dasar, sehingga dia tidak tahu
dan tidak mengerti tentang bagaimana cara menndaftarkan tananhnya ke BPN,
selain itu bapak sukirman mengatakan bahwa mekanisme pendaftaran dirasa sangat
sulit dan rumit . dan beliau tidak mengerti dalam perjanjiannya itu merupakan
perjanjian autentik atau perjanjian di bawah tangan, intinya beliau hanya ingin
mendapat pinjaman tanpa proses yang lama dan rumit. Pada saat itu pejabat atau
perangkat desa tidak mengetahui tentang perjanjian yang dibuat oleh bapak sukrman
( debitur ) dan bapak wakidi ( kreditur) tersebut, karena hanya bapak RT lah
yang mengetahui karena bapak RT disitu sebagai saksi.
Dalam
hal ini telah disebutkan diatas perjanjian yang dibuat antara si debitur dan
kreditur. Pak sukirman selaku sebagai debitur awalnya sudah membayar 3 x
angsuran, namun setelah itu bapak sukirman ( debitur ) tidak bisa membayar
angsurannya dikarenakanuang pinjamannya telah habis untuk biaya berobat
anaknya, sedangkan gajinya pun tidak mencukupi untuk membayar angsuran tersebut,
dan pak sukirman ( debitur ) tidak mempunyai modal untuk menanam 3 bidang tanah
tersebut, sehingga dia tidak bisa mengangsur hutangnya sampai hari yang telah
ditentukan. Sehingga disitulah bapak Wakidi melakukan perannya yaitu menjual
tanah yang dijaminkan, karena sudah disepakati sebelumnya bahwa jika bapak
Sukirman tidak bisa melunasi hutangnya maka Bapak Wakidi ( kreditur) berhak
menjual tanah yang dijaminkan tanpa sepengetahuan si bapak Sukirman ( Debitur).
Dalam
hal ini jelas bahwa yang dilakukan oleh pak sukirman ( debitur) dan pak wakidi
(kreditur) adalah perjajian dibawah tangan , yang secara Normatif dan
sosiologis belum sesuai dengan undang –
undang, karena dalam hal ini ada salah satu pihak yang sangat dirugikan. Karena
jelas jika tanah itu dijual tanpa sepengetahuan dari si debitur jelas bahwa
debitur akan rugi dengan penjualan tanahnya tersebut, menjual sepenuhnya ,dan
tidak mengambil pokoknya saja melainkan mengambil semua hasil penjualan tanah
tersebut. Kalau dilihat dari segi keadilan sudah jelas bahwa ini belum adil
bagi pihak si debitur sendiri, karena setelah kreditur menjual tanahnya
dikarenakan debitur tidak bisa melunasi hutangnya maka si debitur tidak akan
pernah mendapat sisa dari penjualan tanah tersebut karena dijual tanpa sepengetahuan
si debitur itu sendiri. Sebaiknya antara kreditu dan debitur haruslah memahami
haknya masing – masing terutama di pihak kreditur jika si debitur melakukan
wanprestasi.
Ketika melakukan kesepakatan diantara kedua belah pihak
diperlukan suatu jaminan atau kepastian guna kedua belah pihak tidak ada yang
merasa dirugikan .Sehendaknya jika para pihak atau masyarakat ingin melakukan
perjanjian hutang piutang dengan adanya jaminan sepatutnya melakuakan
perjanjian tersebut dengan perjanjian tertulis maupun dengan perjanjian
outentik. Jika suatu saat akan adanya wanprestasi atau ke lalaian dari para
pihak tidak akan merugikan salah satu pihak. Memang jika dilihat dari kehidupan
sehari – hari memang tidak sedikit orang yang meilih perjanjian di bawah tangan
karena tidak memerlukan waktu yang lama dan tidak rumit pula untuk mendapatkan
pinjaman, namun tidak banyak pula yang memikirkan akibat dari perjanjian di
bawah tangan itu sendiri. Apalagi dalam kasus bapak sukirman dan wakidi ini
telah diketahui bahwa bapak wakidi setelah menjual tananya sudah tidak
diketahui keberadaanya. Pasal 1339: suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk
hal-hal yang dijanjikan tetapi juga segala sesuatu yang menurut sifat
perjanjian di wajibkan oleh kepatutan. Pasal 1458: jual beli di anggap terjadi
setelah terjadi kesepakatan mengenai benda dan harga meskipun benda belum
diserahkan dan harga belum di bayar. Maka dari itu kita sebagai orang yang
mengerti hukum patutlah tahu bahwa budaya yang dilakukan masyarakat saat ini
lebih kepada bukan menolong satu sama lain, karena sudah meminjamkan uang,
tetapi lebih kepada mengambil keuntungan demi kepentingan pribadi, dan itu
jelas tidak adil dan tidak patut kita contoh.
Jika kita bisa melihat perjanjian itu sendiri harus
menciptakan ketenangan bagi kedua belah pihak, maka dari itu sebaiknya ketika
melakukan perjanjian sangatlah penting memikirkan dampak kedepannya, apakah
saling diuntungkan atau malah merugikan salah satu pihak. Dan harus saling
mengerti akan hak dan kewajibannya masing- masing sehingga akan timbul keadilan
di dalam perjajian tersebut. Budaya yang sekarang menyebar di masayarakat
sekarang ini patut kita berikan pengarahan supaya tidak terus menerus terjadi
dan agar mereka mengerti dan tidak awam serta tidak dimanfaatkan pula oleh satu
pihak, supaya keduanya saling mendapatkan keuntungan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar